Tarif 100 Persen dari Trump Jika Perang Ukraina Tak Usai: Rusia Tidak Peduli
Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump, kembali menggebrak wacana internasional dengan pernyataan kontroversialnya. Dalam sebuah kampanye baru-baru ini, Trump menyatakan bahwa negara-negara yang tidak menghentikan konflik di Ukraina bisa dikenakan tarif impor hingga 100 persen jika ia kembali menjabat sebagai Presiden.
Ancaman tersebut ditujukan sebagai bentuk tekanan ekonomi terhadap negara-negara yang mendukung kelanjutan perang, baik secara langsung maupun melalui pasokan senjata ke Ukraina. Namun, reaksi dari pihak yang paling disorot, yakni Rusia, terkesan tenang dan tak tergoyahkan.
Trump Ingin Perang Ukraina Segera Diakhiri
Dalam pernyataannya, Trump mengklaim bahwa perang Ukraina bisa dihentikan “dalam satu hari” jika pendekatan diplomatik dan ekonomi dilakukan dengan keras dan tanpa kompromi. Ia menuding pemerintahan saat ini dan aliansi Barat sebagai pihak yang memperpanjang konflik dengan mengucurkan bantuan militer dan dana besar ke Kyiv.
“Kalau mereka tidak berhenti, saya akan naikkan tarif sampai 100 persen. Kita tidak bisa terus membiarkan perang ini menyedot kekayaan dan keamanan dunia,” ujar Trump dengan nada tajam di hadapan pendukungnya.
Rusia: Kami Tak Terpengaruh Ancaman Ekonomi
Menanggapi retorika Trump, perwakilan Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa Moskow tidak terpengaruh oleh tekanan eksternal, apalagi jika datang dalam bentuk ancaman tarif sepihak.
“Kami tidak menjalankan kebijakan luar negeri berdasarkan tekanan ekonomi dari negara lain, apalagi dari tokoh politik yang belum tentu memegang kekuasaan,” ujar seorang pejabat diplomatik Rusia seperti dikutip media lokal.
Sikap ini menegaskan bahwa bagi Rusia, kelanjutan operasi militer di Ukraina bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan bagian dari strategi geopolitik yang lebih besar.
Dunia Internasional Terbelah
Ancaman tarif dari Trump menuai berbagai respons dari dunia internasional. Sebagian pihak menganggapnya sebagai tekanan diplomatik yang agresif, namun tidak sedikit pula yang melihatnya sebagai siasat kampanye yang terlalu populis dan minim solusi praktis.
Uni Eropa, sebagai sekutu utama AS dalam mendukung Ukraina, memilih untuk tidak memberikan komentar langsung, tetapi beberapa diplomat menyebut pernyataan itu bisa mengganggu hubungan dagang global jika benar-benar dijalankan.
Penutup
Ancaman tarif 100 persen dari Donald Trump menjadi babak baru dalam retorika politik terkait perang Ukraina. Meski belum memiliki kekuatan eksekutif, ucapannya tetap berpengaruh dalam membentuk opini dan arah kebijakan jika ia kembali ke panggung kepemimpinan.
Namun di balik sorotan tajam, Rusia tetap pada pendiriannya—menunjukkan bahwa bagi Kremlin, konflik Ukraina adalah soal pengaruh, strategi, dan kekuasaan, bukan sekadar urusan dagang. Dunia pun kembali dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah tekanan ekonomi cukup untuk menghentikan perang?