Ramai Protes dari FKUI: Menteri Kesehatan BGS Tanggapi dengan Tegas
Suasana dunia kesehatan Indonesia kembali memanas. Kali ini, suara keras datang dari kalangan akademisi, tepatnya para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang menyuarakan protes terbuka terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan. Dalam pernyataan yang menuai perhatian luas, mereka mempertanyakan arah dan dampak kebijakan kesehatan terbaru yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip keilmuan dan etika profesi.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) akhirnya angkat bicara. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pada Jumat (17/5), BGS menyampaikan klarifikasi sekaligus pembelaan atas kebijakan yang menjadi sorotan, sembari menyampaikan apresiasi terhadap kritik dari kalangan akademik.
Akar Protes: Kekhawatiran atas Transformasi Sistem Kesehatan
Protes yang disampaikan guru besar FKUI sebagian besar berkaitan dengan reformasi sistem layanan kesehatan, termasuk isu distribusi dokter spesialis, rencana pembukaan fakultas kedokteran baru, hingga implementasi transformasi digital dalam layanan rumah sakit.
Para akademisi menilai bahwa kebijakan tersebut cenderung terlalu cepat, kurang melibatkan tenaga ahli lapangan, dan berpotensi mengorbankan kualitas layanan medis di daerah. Mereka juga menyuarakan kekhawatiran soal standarisasi pendidikan dokter yang bisa tergerus karena liberalisasi sistem pendidikan kedokteran.
“Kami tidak menolak perubahan. Tapi perubahan harus berbasis pada ilmu, pengalaman, dan kemanfaatan yang nyata bagi rakyat, bukan sekadar ambisi kebijakan,” demikian kutipan pernyataan bersama guru besar FKUI.
Menkes BGS: “Kami Terbuka, Tapi Jangan Anti Perubahan”
Dalam pernyataannya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa transformasi kesehatan adalah kebutuhan mendesak. Ia menyebut bahwa sistem yang ada saat ini belum cukup adil, merata, dan responsif terhadap tantangan di lapangan, khususnya di daerah tertinggal.
“Kami sangat menghargai kritik dari FKUI. Tapi kita tidak bisa terus-terusan terjebak dalam sistem lama yang tidak menjawab kebutuhan masyarakat. Perubahan memang tidak mudah, tapi harus dilakukan,” ujarnya.
BGS juga menegaskan bahwa seluruh kebijakan telah melalui diskusi bersama pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi, akademisi, dan praktisi. Ia membuka ruang dialog lanjutan agar semua pihak merasa dilibatkan dalam proses reformasi.
Dialog atau Konfrontasi?
Isu ini pun menuai beragam reaksi dari masyarakat dan pelaku sektor kesehatan. Sebagian mendukung langkah Menkes sebagai bentuk pembaruan yang berani, sementara yang lain meminta agar kementerian lebih inklusif dalam merancang kebijakan.
Beberapa pengamat menyarankan agar dialog antara Kemenkes dan FKUI segera difasilitasi secara terbuka dan konstruktif, agar perbedaan pendapat tidak berkembang menjadi konflik yang memecah belah profesi kesehatan di Indonesia.
Perubahan Tak Harus Jadi Pertentangan
Kisruh antara Kemenkes dan para guru besar FKUI mencerminkan dinamika wajar dalam proses reformasi, di mana visi kebijakan harus bersanding dengan masukan ilmiah. Yang terpenting adalah bagaimana perbedaan itu tidak menjadi sekat, melainkan jembatan untuk merumuskan sistem kesehatan yang lebih baik, adil, dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seperti yang disampaikan Menkes BGS di akhir pernyataannya:
“Kita semua punya tujuan yang sama: rakyat sehat. Mari kita tempuh jalannya bersama.”