Raperda KTR: Larangan Jual Rokok Dekat Sekolah di Jakarta Jadi Polemik
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kembali memicu perdebatan hangat di Jakarta. Salah satu pasal yang mengatur larangan penjualan rokok di sekitar sekolah menjadi sorotan utama, terutama karena kondisi ibu kota yang padat penduduk dan minim ruang.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menilai aturan ini penting demi melindungi generasi muda dari paparan rokok sejak dini. “Kami ingin memastikan anak-anak tidak mudah mengakses rokok, apalagi di sekitar sekolah yang seharusnya menjadi zona aman,” ujar salah satu pejabat Pemprov DKI.
Namun, kebijakan tersebut menimbulkan dilema bagi pedagang kecil. Banyak warung dan kios yang menggantungkan penghasilan harian dari penjualan rokok. Jika aturan diterapkan secara kaku, dikhawatirkan ribuan pedagang akan kehilangan sumber mata pencaharian.
“Warung kami dekat sekolah karena memang lingkungan padat. Kalau dilarang jual rokok, penghasilan bisa turun drastis. Padahal rokok itu salah satu barang paling laris,” ungkap Sari, pemilik warung di kawasan Jakarta Timur.
Di sisi lain, aktivis kesehatan masyarakat menilai aturan ini langkah positif. Mereka menekankan bahwa prevalensi perokok usia remaja di Jakarta masih tinggi, sehingga perlu intervensi kebijakan yang tegas. “Ini bukan sekadar soal rokok, tapi soal kesehatan publik jangka panjang,” kata seorang pegiat anti-tembakau.
Komisi terkait di DPRD DKI Jakarta pun menyatakan akan meninjau aturan ini secara mendalam. Mereka menilai penting untuk mencari jalan tengah yang tidak hanya menjaga kesehatan pelajar, tetapi juga tidak memberatkan pedagang kecil.
Polemik ini memperlihatkan tantangan besar dalam merumuskan regulasi di kota metropolitan seperti Jakarta. Dengan kepadatan penduduk dan keterbatasan ruang, pelaksanaan aturan seperti KTR membutuhkan strategi implementasi yang realistis serta komunikasi yang baik kepada masyarakat.